Sabtu, 17 Oktober 2020

Long Distance Relationship (LDR)


    Kita tidak pernah akan tahu 5W + 1 H tentang jodoh sebelum kita menikah dengannya. 5W + 1 H merupakan suatu rumusan yang biasa digunakan wartawan dalam menuliskan berita, yaitu Who (siapa), What (apa), When (kapan), Where (di mana), Why (mengapa), How (bagaimana).

    Karena merupakan hal yang misteri, masalah jodoh ini merupakan masalah yang sangat menarik untuk dibahas, diperbincangkan, dan persoalan mengenainya juga tidak pernah habis-habisnya. Mendapatkan jodoh di tempat yang jauh saya yakin bukan rencana setiap orang. Kalau disuruh memilih, mungkin setiap orang memilih jodohnya di tempat yang dekat-dekat saja.

    Mengapa demikian? Saya akan tuliskan satu ayat yang walaupun bukan dengan konteks pasangan hidup, namun masih dalam konteks hubungan antara manusia: 1 Tesalonika 2:17: Tetapi kami, saudara-saudara, yang seketika terpisah dari kamu, jauh di mata, tetapi tidak jauh di hati, sungguh-sungguh, dengan rindu yang besar, telah berusaha untuk datang menjenguk kamu.

    Ya inilah permasalahan utamanya. Jika si dia berada jauh dari kita, jelas kita akan merasa sangat rindu kepadanya. Kalau bisa ingin berada di dekatnya. Bagi sebagian orang hal ini merupakan siksaan besar. Ya, tidak bisa berada dekat dengan seseorang yang kita cintai ini bukan hal yang menyenangkan. Namun jangan kuatir, Tuhan hanya akan memberikan beban yang ringan. Matius 11:29-30: Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”

    Jika memang Tuhan mengizinkan kita memiliki jodoh dari tempat yang jauh, itu karena Tuhan memberikan beban yang dapat kita tanggung. Beban yang diberikan-Nya kepada kita tidak pernah melebihi kemampuan kita untuk menanggungnya. Puji Tuhan!

    Selain masalah kerinduan dan tidak bisa selalu bersama, kelemahan lain dalam hubungan jarak jauh adalah masalah biaya. Ya, tidak dapat dipungkiri masalah biaya ini akan muncul. Karena tidak dapat bertemu, jelas biaya komunikasi akan relatif tinggi. Untungnya sekarang teknologi sudah maju sehingga sudah tidak terlalu menjadi hambatan lagi dan biaya komunikasi jarak jauh pun sudah tidak semahal dulu. Namun jelas bila dibandingkan dengan hubungan jarak dekat, biaya komunikasi untuk hubungan jarak jauh jauh lebih tinggi.

    Permasalahan lainnya seperti masalah kepercayaan dan pengertian ini sebenarnya juga terjadi pada hubungan jarak dekat. Jadi sebenarnya letak permasalahannya bukan di masalah jarak, tetapi di masing-masing individu yang terlibat dalam hubungan. Jika Anda mempercayai pasangan Anda, mau dia pergi ke tempat yang jaraknya sekian ribu kilometer dari Anda tentu tidak masalah. Tetapi jika Anda tidak mempercayai pasangan Anda, dia dekat dengan Anda pun Anda akan sulit untuk bisa mempercayainya.

     Masalah pengertian juga demikian. Pria dan wanita memang diciptakan berbeda dan unik. Masing-masing diciptakan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dengan peran masing-masing, dengan kebutuhan masing-masing. Karena memang sejak awal berbeda, jelas perlu banyak pengertian dan saling memahami satu dengan lainnya. Mengenai pasangan yang sibuk dan tidak selalu bisa menemani, ini juga butuh pengertian yang besar dari setiap pihak. Hal ini terjadi di semua hubungan, baik di hubungan jarak jauh maupun dekat.

    Di samping tantangan hubungan jarak jauh, keunggulan hubungan jarak jauh juga banyak. Pasangan dengan memiliki jarak sebagai pemisah umumnya memiliki kedekatan secara hati yang dalam. Tentu saja ini terjadi kalau memang pasangan tersebut berkomunikasi secara intensif. Komunikasi yang terjadi pada pasangan yang mengalami hubungan jarak jauh jelas akan berbeda dengan komunikasi pada pasangan yang mengalami hubungan jarak dekat. Pada umumnya tingkat kedalaman dan pengenalan pasangan dalam hubungan jarak jauh lebih tinggi.

    Pasangan dengan hubungan jarak dekat sering (walau tidak selalu) terjebak pada menghabiskan waktu bersama untuk suatu aktivitas: jalan bersama, makan bersama, nonton bersama, dll. Saya tidak mengatakan hubungan jarak dekat lebih buruk daripada hubungan jarak jauh. Tentu saja tidak. Masing-masing memiliki keunggulan dan tantangannya sendiri. Baik hubungan jarak jauh maupun hubungan jarak dekat tentu saja harus dapat mencapai goal yang diharapkan: sebagai sarana bagi rencana lebih tinggi, yaitu pernikahan.

    Bagi yang telah menikah sebenarnya idealnya tidak mengalami hubungan jarak jauh. Mengapa demikian? Dasarnya adalah ayat berikut ini:
1 Korintus 7:5: Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak. Pasangan yang telah menikah pada dasarnya telah menjadi satu tubuh, sehingga bagaimana mungkin satu tubuh dapat terpisah jauh? Kecuali seperti di ayat 1 Korintus 7:5 sebutkan hanya untuk sementara waktu atas persetujuan bersama.

    Memang bila untuk sementara waktu saja suami dan istri terpisah jauh dalam hal jarak itu tidak masalah, tetapi untuk waktu yang lama tentu saja hal ini bisa menjadi bermasalah. Benar bahwa asalkan bisa saling menjaga komitmen, kepercayaan, saling mengerti dan memahami satu dengan lainnya, ini tidak akan menjadi masalah. Namun jangan lupa, suami dan istri seberapa pun hebatnya adalah manusia biasa. Jadi jika tidak sangat terpaksa, untuk pasangan suami istri sebaiknya tidak tinggal terpisah jauh, apalagi untuk waktu yang lama.

    The last but not the least (hal yang terakhir tetapi bukan berarti tidak penting), jangan lupa libatkan selalu Tuhan dalam hubungan Anda. Saat hubungan Anda membentuk segitiga yang kuat, maka entah itu hubungan jarak jauh ataupun dekat tidak akan menjadi persoalan berarti. Melibatkan Tuhan dalam segala hal, termasuk hubungan Anda bukan berarti hubungan akan mulus-mulus saja tanpa satupun riak dan gelombang yang berarti. Tetapi bila kita melibatkan Tuhan dalam hubungan kita, apapun yang kita hadapi akan dapat kita tanggung, karena jika kita izinkah Tuhan sebagai nahkoda atas kapal kita, mana mungkin Ia membiarkan kapal kita karam?

Jadi, berencana atau dalam hubungan jarak jauh? Siapa takut! Tuhan Yesus memberkati.

(Sumber : Angela)
Jangan lupa share untuk teman kamu yang sedang LDR juga ya, semoga memberkatiπŸ’š

Jumat, 16 Oktober 2020

Aku, Kamu dan Tuhan (Part 2)

Lanjutan sharing dari Part 1 


4 Tahun (re: 2016) lalu aku menyimpan tulisan tentang "I, You and God". Kalau diingat-ingat, apa yaaa yang aku pikirkan saat itu??? Tapi tulisan tsb benar-benar mengingatkanku tentang suatu hal... Yaaa, Esensi dari sebuah relasi. Mungkin, pada masa ini banyak diabaikan kaum muda. Tapi aku meyakini, setiap orang percaya pasti mengimani keterlibatan dan otoritas Tuhan dalam sebuah hubungan. Seperti: Aku dan Tuhan ; Aku, Pasangan, dan Tuhan ; Aku, Sesama manusia dan Tuhan.

Aku mau membagikan kisah unik yg pernah terjadi, menurutku cukup berhubungan dr tulisan yang aku share di Part 1πŸ’¦ Selamat Membaca yaa!!! πŸ’˜πŸ˜Š

Kisah sepasang anak muda yang bertemu 3 tahun silam. Rasanya pertemuan itu unik, tp gak cukup sampai disitu mereka berkenalan dan bercerita banyak hal, menarik keunikan dan kecocokan yang dapat disambungkan. Hingga suatu ketika, si perempuan dengan berani memutuskan utk mendoakan anak muda (lelaki) tsb sekitar 3-4 bulan lamanya tanpa diketahui laki2 tsb (masih berdoa tahap awal menguji perasaan dan ketertarikan, ada kecocokan atau tidak, dan meminta Tuhan bekerja dalam hati masing-masing).

Suatu ketika dalam sebuah pertemuan, entah itu kejutan atau hadiah dari Tuhan atau jawaban doa yang berbulan-bulan tsb. Si laki-laki sharing beberapa hal yang paling mengena ketika laki-laki tsb berkata "Entah kenapa sebulan terakhir ini, setiap kali aku berdoa terlintas namamu dalam pikiranku..." (Saat itu si perempuan masih tersenyum dan serius mendengarkan..). Lalu dilanjut lagi, si laki-laki bercerita "awalnya aku pikir ah sudahlah, tapi aku menguji lagi sampai seminggu ini perasaan itu semakin tdk karuan. Aku tidak biasa saja ketika bertemu dgn mu, campur aduk:. Singkat cerita, si perempuan jujur tentang doa yang dia naikkan scr pribadi tsb selama bbrp bulan terakhir itu, dan akhirnya mereka memutuskan untuk saling mendoakan kalau tdk salah sebulan lamanya.. Sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk sama-sama menjalin relasi yang lebih yaitu PACARAN:)

Hubungnnya dengan tulisan ini apa?

Aspek I, You, and God (Segitiga hubungan itu dapat banget kalau detail pasti nge feel, tp kira-kira demikian ceritanya). Tentang bagaiamana Tuhan sangat berperan dalam menjaga relasi setiap kita meski memang aspek "I and You" harus tetap dibangun, tp itu saja tdk cukup krn otoritas "God" itu tidak kehilangan kekuasaannya.

Hingga suatu ketika.... Relasi mereka berakhir setelah tepat 2 tahun berpacaran. Beberapa bulan belakangan secara sadar si perempuan terus memikirkan ttg kualitas hubungan yg sedang mereka jalin. Komunikasih yang kurang sehat baginya scr pribadi, serta kehilangan momentum Aspek Segitiga (I and God, You and God, We and God). Di 6 bulan belakangan relasi mereka, jarang sekali melibatkan Tuhan. Masing-masing mencari usahanya sendiri untuk berbicara dan berdoa kpd Tuhan. Hari itu, bagai mimpi buruk bagi si perempuan ketika mendengar lelaki tsb berkata "Aku tidak dapat merasakanmu lagi". Tidak bs berkata-kata melalui kekecewaan dan kepahitan itu. Bagi perempuan itu, doa itu tdk pernah sia-sia. Tidak tahu apakah Aspek I atau Aspek You saat itu sedang baik-baik saja atau sangat tidak baik.

Mungkin saja si perempuan yang sedang tdk bs menerima diri sendiri, sehingga melupakan aspek God. atau
Si laki-laki yang sedang mengalami demikian.

Paling tidak, dari kisah ini kita boleh belajar "Tidak cukup mengandalkan Tuhan hanya pada saat memulai relasi saja untuk menguji apakah benar dia orang yang tepat?". Sepanjang relasi tsb masih terus dibangun bahkan ketikapun sudah berdiri kokoh, jangan pernah lari dan menjauh dari Tuhan seakan-akan kita mampu mengontrol dan membangunnya berdua.. Aspek GOD sangat berkuasa dan berotoritas dalam menjaga sebuah relasi. Melemah lembutkan setiap hati yang keras, menghangatkan situasi yang dingin. Bahkan Tuhan bisa saja mengambil sesuatu itu dr kita, jika kita belum mempersiapkan diri untuk menerimanya.

Selamat Belajar, Selamat Mempersiapkan diri bertemu dgn pasangan sepadan.
Relasi itu seperti hubungan SEGITIGA antara SAYA, KAMU, dan TUHAN.

Kalau dapat izin dari yang bersangkutan, aku mau lanjutkan cerita ini lebih detail untuk memberkati orang lain dengan kisah ini. Kalau menurutmu tulisan ini bermanfaat jangan lupa di share ya, bagi teman kamu yang membutuhkan πŸ˜‡ 

Aku, Kamu dan Tuhan (Part 1)



        Tulisan ini aku kutip dari salah seorang penulis, aku berpikir ini bacaan yang penting untuk direfleksikan bersama mengenai konsep sebuah 'Relationship' baik hal memulai masa pacaran pun dalam konteks Pernikahan. Di Part kedua, aku akan sharing kisah nyata sebuah pengalaman tentang relationship. Selamat membaca ya!😊😊

        Topik kali ini “I, You, and God” atau kalau diterjemahkan berarti “Saya, kamu, dan Tuhan”. Konteks topik ini adalah prapacaran, pacaran, or bahkan kehidupan pernikahan.
Sering kita lihat saat orang PDKT (pendekatan – pra pacaran) atau yang lebih banyak terjadi itu saat pacaran, terlihat jelas kedekatan antara dua insan. Kemana-mana berdua, kalau ada si wanita berarti ada si pria. Kalau ada si pria, berarti ada si wanita. Ke mana-mana selalu bersama.

        Seperti botol dengan tutupnya, seperti amplop dengan lemnya, seperti bunga dengan tangkainya. Pokoknya lengket ket ket, dekat kat kat. Dunia rasanya milik berdua.Ya itulah hal-hal yang biasa kita lihat. Menarik sekali untuk mengalami atau memperhatikan fenomena tersebut. Ingat, Pengkotbah 3:11a: Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Dalam kehidupan ini tidak semuanya berjalan mulus, lancar-lancar, baik-baik, indah-indah saja, tidak demikian. Seringkali yang terjadi adalah masalah datang menghadang. Saat masalah datang, saat itulah ujian akan hubungan dimulai.

        Ya, dari segi manusia dibutuhkan kepercayaan, komitmen, kesetiaan, kejujuran, komunikasi yang baik, saling menghormati, saling mencintai, saling mengerti, saling menghargai, menerima apa adanya, menempatkan kepentingan pasangan dan anak-anak (kalau sudah berkeluarga) sebagai yang lebih utama dari kepentingan pribadi dan masih banyak lagi yang lain. Namun ada satu elemen yang sangat penting tapi seringkali terlupakan. Elemen itu adalah Tuhan.

        Mungkin Anda akan mengatakan: “Ah, kamu terlalu fanatik, segala-segala dikaitkan dengan Tuhan. Apa hubungannya Tuhan dengan relationship atau kehidupan pernikahan?”. Kalau misalnya itu yang Anda katakan, saya akan katakan: “Semuanya dan segalanya.” Suatu hubungan (pra pacaran/pdkt, pacaran, dan pernikahan) semuanya diinisiasi (diawali) oleh Tuhan. Tidak percaya? Coba tanyakan pada yang sudah menikah bagaimana mereka bertemu, kemudian menjalin hubungan pacaran, sampai ke akhirnya menikah dan kehidupan pernikahan. Dari sekian banyak cerita yang terkumpul, hanya satu kesimpulan yang bisa diambil, yaitu karena Tuhan memang menghendaki demikian dan memang adalah inisiatif dari Tuhan suatu hubungan bisa terbentuk (lihat pada kasus Adam dan Hawa pada Kejadian 2:18-25 yang memang sangat terlihat jelas).

        Dalam Tuhan tidak ada yang kebetulan, karena Ia terlalu berkuasa untuk dikalahkan dan ditentukan oleh hal-hal yang sifatnya kebetulan. Mengapa faktor Tuhan ini mengambil peranan sentral dalam setiap hubungan yang kita jalin? Bahkan bukan hanya dalam setiap hubungan yang kita jalin, tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan kita, peranan Tuhan begitu krusial dan sentral. Sebab memang segala sesuatu bermula dari Dia, kita diciptakan untuk memenuhi panggilan-Nya, yaitu untuk memuliakan Dia dalam apapun yang kita lakukan. Kolose 3:23: Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Maka tak heran apabila orang tidak berfokus pada Dia, ada sesuatu yang hilang dan makin lama akan terasa ada sesuatu yang kosong dalam dirinya.

        Seringkali dalam hubungan kita berfokus pada aspek horisontal. Hubungan antara aku dan dia (I and You). Ya ini tidak salah, dalam prapacaran, dalam pacaran, dan bahkan dalam pernikahan, kita perlu fokus pada aspek horisontal ini. Dalam prapacaran, kita perlu mengenal si dia dengan lebih baik lagi, apa yang dia sukai, yang tidak disukai, visi dan misinya, pandangan hidupnya, karakternya, dst. Dalam pacaran, kita perlu menyelami lebih jauh lagi mengenai rencana hidupnya dan kehidupannya. Dalam pernikahan, bahkan kita tidak akan berhenti untuk terus mengenali si dia (dari cerita orang yang sudah berpuluh-puluh tahun menikah pun, katanya selalu bisa menemukan hal-hal baru dalam diri pasangannya).

        Fokus pada aspek horisontal antara I and you ini baik dan memang perlu, tetapi bukan menjadi satu-satunya hal yang terpenting. Masih ada 2 aspek lagi, yaitu aspek vertikal antara I and God dan you and God, ya antara aku dan Tuhan, serta antara dia dan Tuhan. Suatu hubungan yang kokoh pada dasarnya harus seperti segi tiga, yang setiap unsurnya tidak boleh terlepas dan harus saling terhubung satu dengan yang lain. Sisi pertama adalah aspek horisontal, hubungan I and you, antara aku dan kamu.
Dalam prapacaran hal yang paling sulit adalah pada saat ada sosok lain yang muncul. Namun hal ini tidak akan menjadi masalah apabila aspek yang kedua, yaitu aspek I dan God, cukup kuat. Karena pada
Roma 8:28: Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
        
        Ya, bukan hal yang mudah untuk mengerti hal ini, karena pada dasarnya kita ingin hal-hal yang baik yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi saat kita tidak hanya berfokus pada aspek I and you, sebaliknya berfokus pada aspek yang kedua, kita akan mengerti bahwa Tuhan adalah Allah atas segalanya, termasuk dalam hubungan kita. Bila memang Ia berkehendak bahwa si dia adalah jodoh kita, Tuhan bisa membuka jalan untuk kita. Sebaliknya jika si dia bukan untuk kita, sengotot-ngototnya pun kita untuk mendapatkan dia tidak akan bisa. Saya tidak berkata bahwa jadi orang harus tanpa perjuangan atau serba pasrah, tidak demikian. Tetapi kita perlu mengetahui dan bijak, sampai sebatas mana hal yang perlu kita lakukan dan perjuangkan, dan sampai batas mana kita perlu berserah pada Tuhan.

        Pada dasarnya saat kita ngotot itu karena kita tidak ingin kehilangan dirinya, kuatir kehilangan dirinya. Padahal dalam hubungan prapacaran bahkan pacaran sekalipun, belum ada suatu janji sehidup semati yang terucap. Jadi jangan kuatir. Filipi 4:6-7: Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. Ingatlah selalu Tuhan adalah Allah atas segala sesuatu, termasuk atas hubungan. Ia adalah Allah yang peduli dan sebegitu pedulinya dia pada kita, Ia menginsiasikan hubungan. Jadi tenang saja. Toh kalau dia bukan untuk kita, pasti Tuhan sudah sediakan yang lebih baik, yang lebih sepadan.

        Bagi yang pacaran juga begitu. Ya kita mengusahakan aspek horisontal I and you, tetapi kalau misal aspek I and you itu gagal dan semua langkah positif telah ditempuh, jangan berkecil hati. Jangan menjadi pahit, jangan menjadi kecewa. Ya secara manusiawi wajar untuk kecewa. Harapan yang terbangun merupakan sumber kekecewaan saat tidak tercapai. Itu sangat rasional. Akan tetapi ingat, masih ada aspek I and God. Kejar aspek ini. Bahkan dalam aspek pernikahan pun, banyak pasangan yang telah mengalami pasang surutnya kehidupan. Banyak yang mengalami kehancuran aspek I and you ini, tetapi saat mereka tidak hanya berfokus pada satu aspek itu, namun juga memperhatikan aspek I and God serta aspek yang ketiga, yaitu aspek you and God, kehidupan pernikahan mereka menjadi manis kembali. Luar biasa! Matius 6:33: Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

        Aspek yang ketiga yang tak kalah pentingnya, adalah aspek you and God, aspek hubungan si dia dengan Tuhan. Seberapa si dia benar-benar fokus pada Tuhan, itu sangat menentukan laju dan jalannya hubungan. Untuk prapacaran, pacaran, atau bahkan dalam pernikahan, hal ini menjadi sangat penting. Tidak cukup hanya aspek I and you-nya saja yang baik, tidak cukup hanya aspek I and God-nya saja yang baik, tetapi dibutuhkan aspek you and God untuk menjadikan hubungan itu sempurna. Tanpa ketiga aspek itu, hubungan tidak akan berjalan seperti semestinya dan akan timpang bahkan hancur. Kalau mau melihat secara micro bahkan kita perlu melihat per unsur.

        Dalam segitiga ada tiga titik sudut, yaitu faktor I, faktor you, dan faktor God. Apakah hubunganku dengan diri sendiri sudah baik? Apakah aku sudah berdamai dengan diri sendiri? Apakah hubungannya dengan dirinya sudah baik? Apakah dia sudah berdamai dengan dirinya? Saya akan akhiri notes ini dengan mengutip kata-kata yang terdapat dalam sebuah souvenir pernikahan yang terjadi pada 25 November 2001. Kata-katanya sangat indah sehingga saya putuskan untuk menyimpannya sampai hari ini. Bunyinya adalah sebagai berikut:

Marriage Takes Three
Marriage takes three to be complete;
It’s not enough for two to meet.
They must be united in love by love’s Creator, God above.
A marriage that follows God’s plan
Takes more than a woman and man.
It needs a oneness that can be only from Christ-marriage takes three.

Amin. (Sumber : Angela) 
Kalau menurutmu tulisan ini bermanfaat jangan lupa di share ya, bagi teman kamu yang membutuhkan πŸ˜‡ 

Suatu Ketika...

Suatu Ketika . . . Dia tidak sempurna. Pun, aku sama saja. Kami hanya berusaha saling menerima. Mengurai masa lalu. Mengikhlaskan kecewa. Ba...